Judul Buku : Bank Kaum Miskin
Penulis : Muhammad Yunus
Penerbit : Marjin Kiri
Cetakan : April 2007
Jumlah Halaman : 269 + xix
“…the poor, once
economically empowered, are the most determined fighters in the battle
to solve the population problem; end illiteracy; and live healthier,
better lives… “
(muhammad Yunus)
Sebuah karya yang sangat menginspirasi bagaimana gerakan akademisi menuju solusi. Masalah yg tiap negara menjadi musuh bersama (Common Enemy) yaitu sebuah KEMISKINAN. Saya menganalisisnya bahwa pertumbhan ekonomi membaik ada 2 persepsi yang bisa saya tarik kesimpulan:
- untuk skala mikro ekonomi Indonesia berpeluang membaik karena potensi SDA dan SDM saat ini mulai ada penataan dan menyadari pentingnya menguasai simpul ekonomi.
- Pemerintah mengatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia membaik, namun tidak menjelaskan ada kontrol dan evaluasi yang menguatkan sisi kekuatan ekonomi yang mana yang menyumbangkan kekuatan ekonomi serta menambah puing2 APBN. Bisa jadi ini hanya menyenangkan statistika ekonomi karena menuju tahun politik 2014 yg kian dekat.
Mengkaji lebih mendalam berkaitan dengan KEMISKINAN, saya mengkaji gerak yang dilakukan oleh Muhammad Yunus yang merupakan peraih nobel perdamaian 2006, berawal dari jenuhnya memberikan kuliah tentang teori-teori ekonomi yang tidak memberikan warna pada KEMISKINAN. Tergeraklah beliau dengan ilmunya menuju desa miskin di Bangladesh, berikut gerak beliau yang mau keluar ruang dari kekakuan akademisi menuju solusi:
Buku “Bank Kaum Miskin” adalah biografi
Muhammad Yunus, seorang dosen ekonomi lulusan Amerika Serikat yang
berasal dari kota pelabuhan terbesar di Bangladesh, Chittagong. Buku ini
berkisah mengenai kegigihan dan pergulatan prinsip dari seorang
Muhamad Yunus dalam memberantas kemiskinan di negaranya selama lebih
dari 30 tahun melalui program kredit mikro. Perjuangan keras Yunus telah
membuahkan hasil yang lebih dari sepadan : hadiah Nobel Perdamaian
Tahun 2006 untuk Muhammad Yunus dan Grameen Bank yang didirikannya.
Pemberian nobel perdamaian bagi seorang dosen ekonomi terbilang langka,
namun memberikan pesan penting ke seluruh penjuru dunia yang sedang
dilanda isu-isu terorisme, bahwa kemiskinanlah akar masalah dari
peperangan dan konflik yang terjadi di berbagai belahan dunia saat ini.
Perjuangan Muhamad Yunus dalam
mengentaskan kemiskinan melalui Grameen Bank diawali dari kegelisahannya
sebagai seorang dosen di Universitas Chittagong. Betapa teori-teori
yang diajarkannya di ruang kelas tidak berdaya dalam menghadapi bencana
kemiskinan dan kelaparan yang melanda Bangladesh pada tahun 1974. Pun
terhadap kemiskinan di Desa Jobra, desa yang berlokasi di lingkungan
sekitar universitas. Kegelisahannya kian bertambah ketika menemukan
fakta bahwa seorang perempuan Desa Jobra mendadak menjadi ’budak belian’
seorang rentenir, hanya disebabkan oleh pinjaman sebesar kurang dari
US$1 (+ Rp. 9.000). Kenyataan pahit itu, bahwa hidup mati seseorang
hanya ditentukan oleh sejumlah ’recehan’, mendorong Yunus untuk
menemukan cara-cara baru untuk mengentaskan kemiskinan di perdesaan
Bangladesh.
Gebrakan besar memang perlu dilakukan
Yunus. Karena untuk memerangi kemiskinan secara kolosal tidak dapat
dilakukan hanya dengan sekedar merogoh kantung dan memberi si miskin
uang receh untuk membayar hutangnya. Perlu ada terobosan penyelesaian
masalah secara struktural dan berkelanjutan. Salah satu solusinya adalah
dengan memberikan kredit usaha bagi kaum miskin melalui lembaga
perbankan. Namun disinilah inti permasalahannya : Bank tidak memberikan
kredit bagi mereka yang tidak memiliki agunan, karena resiko tidak
kembali yang sangat besar. Dengan demikian, kaum paling miskin tidak
akan pernah tersentuh oleh kredit perbankan. Mereka tidak memiliki
agunan. Logika perbankan tersebut sepintas lalu wajar jika dilihat dari
kacamata bisnis, namun bagi Yunus hal tersebut merupakan masalah besar.
Perbankan telah berlaku tidak adil kepada kaum miskin, kaum yang justru
sangat membutuhkan akses kredit, untuk membebaskan diri dari jeratan
para rentenir, melakukan usaha, dan memperbaiki kualitas hidupnya.
Tantangan terberat Yunus adalah membalik
paradigma yang dianut para bankir konvensional, tidak hanya di
Bangladesh tapi juga di seluruh dunia. Yunus memiliki keyakinan bahwa
kaum miskin sebanarnya layak memperoleh kredit. Ide dibalik keyakinan
Yunus sebenarnya sangat sederhana : kaum miskin punya alasan untuk
mengembalikan pinjaman, yaitu untuk mendapatkan pinjaman lagi dan
melanjutkan hidup mereka keesokan harinya. Jadi menurut Yunus, agunan
terbaik kaum miskin adalah nyawa mereka !
Yunus tidak pernah menyerah untuk
membuktikan keyakinannya tersebut meskipuin menghadapi berbagai
tantangan yang tidak mudah. Pada tahun 1983, Yunus berhasil mendirikan
Grameen Bank (Bank Perdesaan), sebagai ’antitesa’ dari pendekatan yang
digunakan sistem perbankan konvesional. Antitesa tersebut tercermin
dalam strategi-strategi yang diterapkan Grameen Bank yang amat berbeda
dengan bank-bank konvensional : memberikan kredit tanpa agunan berbunga
rendah kepada mereka yang termiskin dari golongan miskin, sistem cicilan
setiap hari sehingga tidak memberatkan saat jatuh tempo, menciptakan
birokrasi yang simpel namun inovatif sehingga kaum buta huruf pun dapat
berhubungan dengan bank, mengkhususkan diri pada nasabah kaum perempuan,
membentuk sistem kelembagaan berupa ’kelompok lima’, menjadikan nasabah
juga sebagai pemegang saham dan komisaris, dan sebagainya.
Menjadikan perempuan sebagai nasabah
merupakan strategi yang sangat menarik. Dengan memberikan pinjaman
kepada kaum perempuan Bangladesh ternyata memberikan dampak yang sangat
besar bagi peningkatan ekonomi keluarga dibandingkan kepada laki-laki.
Pembentukan kelembagaan dalam bentuk ’kelompok lima’ juga merupakan
kunci lain bagi keberhasilan program kredit Grameen Bank. Para nasabah
diwajibkan membuat kelompok sebanyak 5-6 orang. Jika seseorang tidak
mampu atau tidak mampu membayar kembali pinjamannya, kelompoknya akan
dianggap tidak layak memperoleh kredit yang lebih besar di tahun
berikutnya sampai masalah pembayaran bisa ditanggulangi. Dengan cara
ini, tercipta insentif yang sangat kuat bagi peminjam untuk saling
membantu memecahkan masalah dan mencegah timbulnya masalah. Sistem ini
juga mendorong tanggungjawab pribadi yang besar untuk mengembalikan
pinjaman.
Upaya yang dilakukan Yunus membuahkan
hasil yang spektakuler. Program kredit mikro Grameen Bank, yang bermula
dari pilot proyek kecil-kecilan di di Desa Jobra, saat ini telah
berkembang dan menjangkau 7 juta orang miskin di 73.000 desa Bangladesh,
97 persen diantaranya perempuan. Grameen Bank telah memperoleh
pengakuan dari pemerintah Bengladesh dan telah dipayungi oleh satu UU
tersendiri. Pola yang dilakukan Grameen Bank juga telah diadaptasi
oleh 100 negara di 5 benua. Layanan yang diberikan saat ini sangat
beragam, meliputi kredit bebas agunan untuk mata pencaharian, perumahan,
sekolah, dan usaha mikro untuk keluarga-keluarga miskin. Grameen Bank
juga menawarkan program tabungan yang atraktif, dana pensiun, dan
asuransi untuk para anggotanya. Bahkan kredit perumahan telah dipakai
untuk membangun 640.000 rumah yang dimiliki secara legal bagi kaum
perempuan. Secara kumulatif, Grameen Bank telah memberikan kredit
sebesar sekitar US$6 miliar dengan tingkat pengembalian 99 persen dan
telah mampu mengangkat 58 persen nasabah dari garis kemiskinan. Dengan
fakta-fakta ini, Yunus telah membuktikan, bahwa premis ‘kaum miskin
tanpa agunan tidak dapat mengembalikan pinjaman’ adalah salah.
“Bank Kaum Miskin” merupakan buku yang
sangat menarik dan perlu dibaca oleh para pengambil dan pelaksana
kebijakan, termasuk bagi mereka yang bergerak dalam upaya pengembangan
kawasan. Buku ini tidak hanya berbicara mengenai peran kredit mikro
perbankan dalam pengentasan kemiskinan, namun juga mengajarkan
pentingnya setiap pengambil kebijakan memahami masalah-masalah dalam
masyarakat dari sisi masyarakat itu sendiri. Dengan gaya penulisan yang
memikat, melalui buku ini Muhamad Yunus mampu mengilhami pembaca bahwa
perubahan dalam masyarakat bukan hal yang mustahil dilakukan, namun
dapat diciptakan melalui paradigma yang tepat, visi yang jelas, strategi
yang inovatif, serta kerja keras dalam mewujudkannya (DITO)
Referensi :