Saturday 2 June 2012

MENGAWALI SEBUAH PERJUANGAN DALAM PERGERAKAN


Sebuah Catatan Persembahan
Untuk Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM)
Komunitas Studi Universitas (KSU)
UNSRI Riset Dan Edukasi (U-READ) 

BISMILLAH

SALAM PERJUANGAN UKM U-READ

Sebuah Langkah Perjuangan

Terima kasih kami ucapkan kepada semua masyarakat kampus UNSRI yang telah mendukung terbentuknya Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) UNSRI Riset dan Edukasi (U-READ), semoga dukungan sahabat semuanya menjadi catatan amal ibadah kita kepada Allah SWT,aamiin.

Perjuangan adalah sebuah keniscayaan yang akan membangun proses pembelajaran menuju solusi yang kontruktif.Pergerakan membutuhkan pengorbanan yang mampu mengorbankan sesuatu yang dipunyai untuk kepentingan kolektif (jamaah). Perjalanan panjang dalam mendirikan UKM U-READ telah dilaksanakan di tengah-tengah verifikasi UKM yang berlangsung dan ditunggu selama tiga tahun sekali itu. Momentum verifikasi UKM sangat dinantikan dari para segelintir mahasiswa yang berpikir maju dan berharap mampu memajukan cita-cita ke depan menuju UNSRI lebih baik, apalagi menuju da’wah kampus tahap dua salah satu syaratnya adalah mempunyai wajihah ilmiy. 

Mengingat perjuangan kawan-kawan tiga tahun yang lalu yakni tahun 2009, betapa militansinya mereka saat-saat membangun grand desain gerakan ilmiy serta turunan agendanya,turunan-turunan program yang ditelurkan oleh ilmiy mampu sebagian diadopsi ke wajihah baik da’wy atau siyasi. Untuk membangun langkah awal dalam meneruskan perjuangan maka pengkaderan seperti dauroh ilmiy juga dilakukan, serta yang lebih penting membangun jaringan dengan berbagai agenda(event) nasional. Harapannya adalah kepada tujuan da’wah kampus yaitu “Supaya masyarakat kampus (baca:kaum akademisi) berafiliasi kepada Islam,mempunyai nilai-nilai Islami dalam jiwa seorang akademisi (mahasiswa khususnya) sehingga pasca kampus nanti diharapkan menjadi agen-agen yang siap memperjuangkan nilai-nilai Islam di masyarakat atau lingkungan sebagai tempat berkreasi dan berkontribusi.

Bidang akademik dan profesi adalah bidang bersama yang penting untuk segera digarap dalam membangun da’wah kampus menuju solusi untuk meningkatkan prestasi mahasiswa. Bidang akademik dan profesi objek da’wah yang ada sangatlah tinggi komunitasnya, ini menjadi tantangan tersendiri dalam memperjuangkan gerakan da’wah kampus saat ini. Inti pada solusi konkritnya adalah menebarkan nilai Islam supaya tumbuh dikalangan mahasiswa, dosen dan karyawan kampus serta meningkatkan kreasi dan inovasi dengan menumbuhkan prestasi-prestasi. Maka rencana strategis untuk ADK yang harus segera dibuat adalah sistem pengkaderan,karakter kader,profil kader, bentuk wajihahnya serta pergerakan basis massa yang dikelola. 

Membangun da’wah kampus harus sesuai dengan manhaj(pedoman) da’wah kampus yang ada. Dalam risalah “Bainal amsi wal yaum” atau  antara kemarin dan hari ini yang ditulis oleh saat Mursyid ‘Aam pertama Al-Ikhwan Al-Muslimin yang membagi tahapan da’wah menurut tujuannya, yaitu:

  1. Tujuan jangka pendek yang mencakup perbaikan individu,membina keluarga Islami dan membentuk masyarakat Islami.
  2. Tujuan jangka panjang yang meliputi memperbaiki pemerintahan,membebaskan negeri muslim dari penjajahan asing,tegaknya daulah dan kekhilafahan Islam dan kepemimpinan dunia.
Melihat gerakan da’wah kampus hari ini maka Ari Abdillah (2012) dalam bukunya “Paradigma Baru Da’wah Kampus,Stategi Sukses Mengelola da’wah Kampus di Era Baru” menggambarkan kondisi da’wah kampus di era modern ini yang harus dilakukan oleh kader adalah membangun kapasitas keilmuwannya dengan didukung kekuatan Islamnya.Sesuai dengan Al-Qur’an,

“…Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat…”(Q.S Al-Mujaadilah:11).

Ini artinya kedudukan Islam dan ilmu pengetahuan berhubungan erat, bukan malah dipisahkan seperti yang dilakukan oleh doktrin Barat yang memisahkan Islam dengan ilmu pengetahuan,inilah yang dimaksud Sekulerisme. Selain itu, nilai-nilai kepemimpinan dalam hal ini adalah penokohan sosial dan pencitraan keumatan harus segera dilakukan, mengingat kerja da’wah banyak sementara waktu yang tersedia sedikit. Kita tercipta sebagai khalifah, nilai-nilai kepemimpinan dan keteladanan dari Rasulullah SAW harus menjadi cerminan dalam membangun kepribadian umat Islam. Untuk  membangun kepemimpinan dalam wajihah keseimbangan ketokohan sangat perlu dilakukan. Toto Tasmara menjelaskan kepemimpinan yang harus dimiliki adalah:

1.      Memiliki integritas personal yang tinggi (Al kamal al sakhsi)
2.      Kemampuan untuk membangun perluasan jaringan sosial(yaqwiyyah ash-shilah)
3.      Keteladanan dalam memimpin(Uswatun Khasanah)
4.      Keagungan akhlak(makarimul akhlak
5.      Nilai spiritual yang tinggi (Tahzibul akhlak)
6.      Terbuka atas gagasan-gagasan (‘hurriyatul-kalam)
7.      Adil dan bijaksana(‘adl bil qishti)
8.      Memiliki daya empati yang mengagumkan

Untuk memenuhi tuntutan zaman, maka kader harus mampu memanajemen kepemimpinnya dan memiliki keahlian dalam hal,yaitu:

  1. Ketrampilan konseptual(Conceptual Skill)
  2. Ketrampilan Kemanusiaan(Human Skill)
  3. Ktrampilan administrasi
  4. Ketrampilan teknik(Technikal skills)
Untuk memenuhi tantangan zaman maka kader da’wah harus mempunyai karakter tersendiri, beberapa karakter kader, yaitu:

  1. Kokoh dan mandiri
  2. Dinamis,kreatif dan inovatif
  3. Spesialis yang berwawasan global
  4. Murrobi produktif,mahir berkomunikatif
Da’wah kampus harus mengetahui medan perjuangannya, kita juga harus segera tahu area kerja da’wah. Membangun peran da’wah dalam area kerja da’wah kampus (DK) sangat penting supaya segera tercapainya akselerasi da’wah kampus menuju bi’ah (lingkungan) Islam atau masyarakat madani. Area kerja da’wah meliputi :

  1. Amal da’wy ( kerja da’wah )
  2. Amal siyasi (kerja politik)
  3. Amal ilmiy ( kerja ilmu dan akademik )
  4. Amal idjtima’I (kerja kemasyarakatan)
  5. Amal iqhtisody (kerja ekonomi/kemandirian finansial)
  6. Amal ilamy (kerja media dan opini)
  7. Amal khidamy (kerja pelayanan)
  8. Amal tandzim (kerja organisasi)
Setiap area kerja da’wah mempunyai peran dan fungsi sebagai wasilah (sarana) yang semua itu menuju satu muara tujuan da’wah kampus yang jelas dengan berlandaskan Q.S Muhammad ayat 7. Jangan pernah ragu dalam meraih kemenangan da;wah ini.

“Trilogi da’wah kampus sudah hadir di depan mata kita, yakni wajihah siyasi ( BEMU,BEMF, BEMJ dan BEMPS), wajihah da’wy (LDK,LDF dan LDPS) dan wajihah ilmiy (U-READ dan BO ilmiy fakultas). Menuju da’wah kampus tahap dua adalah sebuah keniscayaan tinggal kontribusi kita semua yang disertai amal nyata yang harus segera dihadirkan. Jangan terus menunggu momentum, mari tetap bergerak dan berjuang untuk merebut momentum itu, semoga kita tetap istiqomah di jalanNya.”

Maka, langkah awal dalam membangun pola pergerakan di UKM U-READ adalah :

  1. Deklarasi UKM UREAD+Syukuran(Sosialisasi wajihah ke masyarakat kampus)
  2. Membangun Citra Wajihah(Visi,misi ,peran,fungsi dan tujuan)
  3. Marketisasi gerakan dan penokohan
  4. Pengkaderan dan perapian data
  5. Membangun opini publik (spanduk,opini mading,opini gerak,sosialisasi,opini online)
  6. Penyiapan Rencana Stretegis(RENSTRA) menguatkan program kerja(proker)
Itulah PR awal yg harus segera dikerjakan,kontribusi yg kontruktif dan solutif sangat diharapkan,Melangkah utk berjuang adalah bagian dari solusi itu...
SALAM AKSELERASI...!!!

Kaitannya dalam persiapan pergerakan tersebut,hal terpenting disini yang harus dijalankan dari tiap pribadi muslim adalah beramal dengan ikhlas. Sebagaimana Syaikh Yusuf Al-Qaradhawy mengatakan :

Sebuah amal dari amal-amal hati, tetapi ikhlash merupakan amal hati yang pertama-tama, karena sesungguhnya diterimanya amal-amal itu tidak akan sempurna kecuali dengan ikhlash.Buah dari buah-buah tauhid yang sempurna karena Allah Tabaraka wa Ta’ala yaitu dengan menyendirikan Allah Azza wa Jalla dengan ibadah dan memohon pertolongan.”

Ikhlash juga bermakna pemurnian, yaitu membebaskan diri dari segala penyembahan kepada selain Allah, seperti harta, wanita, kedudukan. Allah SWT berfirman :

Katakanlah: sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku, hanyalah untuk Allah, Tuhan Semesta Alam.” (Al An’am 162)

Sementara itu Hasan al-Banna memberikan definisi tentang ikhlash yaitu:

Yaitu setiap al-akh muslim meniatkan dengan perkataannya, perbuatannya dan jihadnya seluruhnya hanya untuk Wajah Allah, mengharap keridhaanNya dan kebaikan ganjaranNya, tanpa melihat kepada harta atau kemasyhuran atau kedudukan atau pangkat atau kemajuan atau kemunduran. Dan dengan demikian ia pejuang fikrah dan aqidah, bukan pejuang kepentingan dan kemanfaatan.”

Ada sebuah hadits shahih mutawatir masyhur yang berkaitan dengan masalah ikhlash dalam niat ini. Rasulullah SAW bersabda:

Dari Amirul Mu’minin, Abi Hafs Umar bin Al Khaththab radhiyallahu anhu, dia berkata: Saya mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda :  Sesungguhnya setiap perbuatan tergantung niatnya.  Dan  sesungguhnya  setiap  orang  (akan dibalas) berdasarkan apa yang dia niatkan. Siapa yang hijrahnya karena (ingin mendapatkan keridhaan) Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya. Dan siapa yang hijrahnya karena dunia yang dikehendakinya atau karena wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya (akan bernilai sebagaimana) yang dia niatkan. (HR Bukhari-Muslim).
 
Begitu pentingnya masalah ikhlash ini, sampai-sampai Imam Nawawi rahimahullah meletakkan hadits di atas pada hadits pertama dalam kitab beliau Al-Arba’in An-Nawawiyyah dan Riyadhush Shalihin. Demikian pula Syaikh Fuad Abdul Baqi menempatkannya sebagai hadits di bagian awal dalam kitab beliau Al-Lu’lu’ wal-Marjan, yang merupakan kompilasi hadits yang disepakati oleh Imam Bukhari dan Muslim. Imam Asy-Syafi’i berkata, “Hadits ini adalah sepertiga ilmu“.

Sebuah atsar yang masyhur dari Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullahu menegaskan akan pentingnya dua syarat diterimanya amal, yaitu ikhlash dan shawab (sesuai dengan sunnah). Beliau berkata:

Sesungguhnya amal itu apabila ikhlash tetapi tidak shawab maka tidak akan diterima. Dan jika shawab tetapi tidak ikhlash maka juga tidak akan diterima, hingga terdapat ikhlash dan shawab. Dan ikhlash itu adalah karena Allah dan shawab itu sesuai dengan sunnah.”

Setelah itu, Fudhail bin ‘Iyadh membaca ayat:

“…Maka barang siapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya.” (Al Kahfi 110).

Penyimpangan amal terjadi ketika niat tidak lagi ikhlash. Keinginan untuk dilihat orang lain atau pamer amal dinamakan dengan riya’. Sedangkan rasa ingin didengar orang lain disebut sebagai sum’ah. Baik riya’ maupun sum’ah adalah dua penyakit yang sangat berbahaya. Riya’ bahkan dikatakan sebagai asy-syirk al-ashghar (syirik kecil), sebab pahala amal yang disertai riya’ akan musnah. Rasulullah SAW bersabda:

Sesungguhnya yang paling takutkan atas kalian adalah syirik kecil. Para sahabat bertanya, apakah syirik kecil itu wahai Rasulallah? Rasulullah menjawab: Riya’.” (Diriwayatkan oleh Ahmad dengan sanad jayyid dan Ibnu Abi Dunya)

Bahkan pelaku riya’ diancam dengan azab besar di neraka. Na’udzubillahi min dzalik. Sebuah hadits shahih berikut ini sangat penting untuk menjadi renungan kita bersama.

Dari Abu Hurairah yang berkata, saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya orang yang pertama kali diadili pada hari kiamat adalah seseorang yang mati syahid di jalan Allah. Dia didatangkan kemudian ditampakkan kepadanya nikmat-nikmat yang diberikan kepadanya maka dia pun mengakuinya. Allah bertanya, “Apa yang kamu lakukan dengannya?” Dia menjawab, “Aku berperang untuk-Mu sampai aku mati syahid.” Allah berfirman, “Engkau dusta, sebenarnya engkau berperang karena ingin disebut sebagai pemberani. Dan itu sudah kau dapatkan.” Kemudian Allah memerintahkan malaikat untuk menyeretnya tertelungkup di atas wajahnya hingga dilemparkan ke dalam neraka. 

Kemudian seorang yang menuntut ilmu dan mengajarkannya dan juga membaca Al Quran. Dia didatangkan kemudian ditunjukkan kepadanya nikmat-nikmat yang sudah didapatkannya dan dia pun mengakuinya. Allah bertanya, “Apakah yang sudah kau perbuat dengannya ?” Maka dia menjawab, “Aku menuntut ilmu, mengajarkannya dan membaca Al Quran karena-Mu.” Allah berfirman, ”Engkau dusta, sebenarnya engkau menuntut ilmu supaya disebut orang alim. Engkau membaca Quran supaya disebut sebagai Qari’.” Kemudian Allah memerintahkan malaikat untuk menyeretnya tertelungkup di atas wajahnya hingga dilemparkan ke dalam neraka

Kemudian ada seseorang yang telah mendapatkan anugerah kelapangan harta. Dia didatangkan dan ditunjukkan kepadanya nikmat-nikmat yang diperolehnya. Maka dia pun mengakuinya. Allah bertanya, “Apakah yang sudah kamu perbuat dengannya?” Dia menjawab, “Tidaklah aku tinggalkan suatu kesempatan untuk menginfakkan harta di jalan-Mu kecuali aku telah infakkan hartaku untuk-Mu.” Allah berfirman, “Engkau dusta, sebenarnya engkau lakukan itu demi mendapatkan julukan orang yang dermawan, dan engkau sudah memperolehnya.” Kemudian Allah memerintahkan malaikat untuk menyeretnya tertelungkup di atas wajahnya hingga dilemparkan ke dalam neraka.
(Diriwayatkan oleh Muslim dan Nasai, dan diriwayatkan oleh Tirmidzi dan ia menghasankannya, dan diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dalam shahihnya)

Kurang apalagi kebaikan orang yang berjihad, mempelajari dan mengajarkan ilmu, membaca Al Quran dan suka berinfaq. Namun kebaikan itu musnah di sisi Allah SWT manakala orientasi amal tersebut karena mengharap pujian manusia, bukan pujian Allah SWT. Dengan demikian, penting sekali buat kita untuk selalu menata dan memperhatikan niat setiap melakukan amal kebajikan.

Selain itu, yang merusak iman bisa jadi kemasyuran dan pujian yang berlebihan.Cukuplah Allah SWT sebagai Dzat yang memuji. Mereka berpandangan, pujian dari manusia dapat melengahkan dan melenakan diri sehingga amal perbuatan tidak lagi ikhlash karena Allah.

Ibn Muhairiz berkata kepada orang yang meminta nasihat kepadanya, “Jika bisa, hendaklah engkau mengenal tetapi tidak dikenal, berjalanlah sendiri dan jangan mau diikuti, bertanyalah dan jangan ditanya. Lakukanlah hal ini.”
Bisyr al-Hafi berkata, “Saya tidak mengenal orang yang suka kemasyhuran melainkan agama menjadi sirna dan dia menjadi hina. Tidak akan merasakan manisnya kehidupan akhirat, orang yang suka terkenal di tengah manusia”.

Fudhail bin Iyadh berkata, ”Jika engkau sanggup untuk tidak dikenal, maka lakukanlah. Apa sukarnya engkau tidak dikenal? Apa sukarnya engkau tidak disanjung-sanjung? Tidak mengapa engkau tercela di hadapan manusia selagi engkau terpuji di sisi Allah.”

Bagi aktivis da’wah, popularitas dan pujian dari manusia dapat merubah orientasi da’wah seseorang. Dari da’wah karena Allah, menjadi da’wah untuk mencari popularitas. Dari da’wah untuk mendapatkan pujian Allah, menjadi da’wah untuk mendapatkan pujian manusia.
Sebenarnya, popularitas dan kemasyhuran itu tidaklah jelek. Para Nabi, Khulafa ar-Rasyidin dan para Imam adalah orang yang dikenal manusia. Ungkapan salafush shalih tersebut bukanlah ajakan untuk ber’uzlah. Tetapi yang tercela adalah mencari kemasyhuran dan kedudukan, serta sangat bercita-cita untuk mendapatkannya.
  
Beramal Secara Diam-diam

Amal yang dilakukan diam-diam berpeluang lebih selamat dari riya’ dibandingkan dengan amal secara terbuka. Allah SWT berfirman:

Jika kalian menampakkan sedekah kalian maka itu adalah baik sekali. Dan jika kalian menyembunyikannya dan kalian berikan kepada orang-orang fakir maka menyembunyikanya itu lebih baik bagi kalian. Dan Allah akan menghapuskan dari kalian sebagian kesalahan-kesalahan kalian, dan Allah maha mengetahui apa yang kalian kerjakan” (QS. Al-Baqoroh: 271).

Para ulama menjelaskan tentang keutamaan menyembunyikan amal kebajikan (karena hal ini lebih menjauhkan dari riya) itu hanya khusus bagi amalan-amalan mustahab bukan amalan-amalan yang wajib. Sedekah yang wajib secara terang-terangan lebih afdhol daripada secara tersembunyi. Adapun sedekah yang mustahab maka sebaliknya.” Sebagian mereka juga mengecualikan orang-orang yang merupakan teladan bagi masyarakat, maka justru lebih afdhol bagi mereka untuk beramal terang-terangan agar bisa diikuti dengan syarat mereka aman dari riya’, dan hal ini tidaklah mungkin kecuali jika iman dan keyakinan mereka yang kuat.

Secara khusus ada keuntungan bagi orang-orang yang “hidden”. Dalam hadits Mu’adz, Rasulullah SAW bersabda:

Sesungguhnya Allah SWT menyukai orang-orang yang berbuat kebaikan, bertaqwa dan yang menyembunyikan amalnya. Yaitu orang-orang yang jika tidak hadir mereka tidak dicari, dan jika hadir mereka tidak dikenal. Hati mereka adalah pelita petunjuk. Mereka keluar dari setiap tempat yang gelap.”
Sabar dalam Berda’wah
Allah SWT memberikan ilustrasi berupa kisah Nabi Nuh AS yang begitu sabar berda’wah selama 950 tahun (Al Ankabut 14). Nabi Nuh selalu berda’wah siang dan malam tanpa kenal lelah (Nuh 5). Beliau juga menggunakan berbagai metode, baik sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan (Nuh 8-9). Bahkan keluarganyapun juga tidak menyambut ajaran beliau. Kesabaran beliau ditunjukkan ketika mendapatkan wahyu Allah SWT untuk membuat kapal (Al Mu’minuun 27-28) dimana orang-orang kafir mengejek  Nabi Nuh dan para pengikut beliau (Hud 11).

Kesabaran dalam berda’wah berbanding lurus dengan keikhlasan. Orang-orang yang ikhlash selalu bersabar dalam menghadapi ujian dalam da’wah. Namun, terkadang ada orang-orang yang ingin segera cepat-cepat menikmati hasil da’wahnya. Perilaku yang disebut isti’jal, dilakukan oleh orang-orang yang mengubah tujuan da’wahnya, dari da’wah murni kepada Allah SWT menjadi da’wah yang berorientasi kepada hasil. Ketika sahabat Khubaib bin al-Arat menanyakan kapan datangnya pertolongan Allah, Rasulullah SAW menjawabnya dengan ilustrasi kisah orang pada zaman terdahulu yang tetap bersabar walaupun harus menerima ujian disisir dari sisir besi. Di akhir, Rasulullah mengatakan (ولكِنَّكُمْ تَسْتَعْجِلُونَ) “Akan tetapi kalian tergesa-gesa.” (HR Bukhari)

Berbuat yang ikhlash dan wajar ketika memimpin

Orang yang ikhlash karena Allah akan berbuat yang wajar, baik ketika memimpin di depan sebagai qiyadah maupun ketika berada di belakang sebagai jundiyah. Tidak ada perubahan dalam orientasi amalnya maupun sikap dan perbuatannya, baik ketika dikenal orang banyak, maupun ketika tidak dikenal. Dalam hal ini, sikap Khalid bin Walid radhiyallahu ‘anhu dapat menjadi teladan, ketika beliau tetap ikhlash berjuang meskipun diberhentikan dari panglima perang oleh khalifah Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu.

Syaikh Yusuf Qaradhawy memberikan taushiyah mengenai (الفرح بكل كفاية تبرز ) dalam hubungannya dengan persoalan jama’ah. Beliau menyatakan, qiyadah yang ikhlash akan senang jika banyak orang-orang baik yang bergabung dengan jama’ah. Dia tidak akan terganggu atau dengki atau gelisah karena kehadirannya.  Bahkan qiyadah yang ikhlash melihat, jika ada orang lain yang lebih baik dari dirinya dalam hal memikul tanggung jawab, ia dengan senang hati untuk mundur dan memberikan tanggung jawab kepada orang lain.

Beliau mengkritik orang-orang yang diberikan amanah namun selalu berusaha mempertahankan jabatannya, tidak mau mundur dan suka menekan orang lain. Padahal seiring dengan perjalanan waktu, keadaan akan berubah dan orang yang kuat akan menjadi lemah. Ada ungkapan setiap zaman ada rijalnya. Beliau mengkritik pemimpin yang yang mati-matian mempertahankan kedudukannya dengan anggapan dialah yang paling mampu mengendalikan perahunya.

Syaikh Yusuf Qaradhawy juga menyatakan, aktivis dakwah tidak boleh menutup mata dan telinga ketika mendapatkan kritik dari orang lain. Beliau bahkan memperingatkan bahaya sebuah jamaah yang disusupi dari luar, kepincangan dalam berfikir dan beramal, tidak ada inovasi dan pembaharuan, sebagai akibat kerakusan satu atau dua orang yang terlibat di dalamnya.

Menghindari ujub

Ujub (i’jab bin nafsi) adalah penyakit membanggakan diri sendiri, dengan tidak merendahkan orang lain. Walaupun tidak merendahkan orang lain, penyakit ini cukup berbahaya, karena berpotensi menuju ghurur. Ghurur adalah penyakit membanggakan diri sendiri disertai dengan merendahkan orang lain. Karena itu ghurur dikatakan sebagai syiddatul i’jab. Di atas ghurur adalah penyakit takabbur alias sombong. Takabbur dikatakan  syiddatu syiddatil i’jab. Jadi pada akhirnya, ujub berbahaya karena menuju kepada takabbur. Dr. Sayyid Muhammad Nuh dalam bukunya Aafatun ‘ala ath-thariq menjelaskan tentang bahaya penyakit ujub, ghurur dan takabbur.

Perang Hunain memberikan pelajaran besar akan bahaya penyakit ujub, ketika kaum muslimin merasa yakin akan mendapatkan kemenangan karena membanggakan jumlah yang besar. Allah SWT berfirman

لَقَدْ نَصَرَكُمُ اللَّهُ فِي مَوَاطِنَ كَثِيرَةٍ وَيَوْمَ حُنَيْنٍ إِذْ أَعْجَبَتْكُمْ كَثْرَتُكُمْ فَلَمْ تُغْنِ عَنْكُمْ شَيْئًا وَضَاقَتْ عَلَيْكُمُ الأرْضُ بِمَا رَحُبَتْ ثُمَّ وَلَّيْتُمْ مُدْبِرِينَ

Sesungguhnya Allah telah menolong kamu (hai para mukminin) di medan peperangan yang banyak, dan (ingatlah) peperangan Hunain, yaitu diwaktu kamu menjadi congkak karena banyaknya jumlah (mu), maka jumlah yang banyak itu tidak memberi manfaat kepadamu sedikitpun, dan bumi yang luas itu telah terasa sempit olehmu, kemudian kamu lari kebelakang dengan bercerai-berai.” (At-Taubah 25)

Lafazh (أَعْجَبَتْكُمْ كَثْرَتُكُمْ) menunjukkan bahwa kaum muslimin berbangga dengan jumlah yang besar, pada akibatnya mereka bercera-berai.

Penyakit ujub juga dapat muncul ketika seseorang atau sebuah jama’ah merasa dirinya lebih baik atau lebih suci daripada orang atau jama’ah lain. Padahal Allah SWT berfirman

فَلا تُزَكُّوا أَنْفُسَكُمْ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنِ اتَّقَى

“…Maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa.” (an-Najm 32)

Selayaknya, aktivis da’wah seperti halnya orang-orang yang memakmurkan masjid adalah orang-orang yang gemar membersihkan diri (at Taubah 108). Sebab aktivis da’wah bukanlah orang yang bersih dari dosa. Taubat dan muhasabah adalah alat untuk mengevaluasi diri dan jamaah, sejauh mana kelurusan niat dan langkah dakwahnya.

PERSEMBAHAN PUISI :
 
Kerendahan Hati

Kalau engkau tak mampu menjadi beringin
yang tegak di puncak bukit
Jadilah belukar, tetapi belukar yang baik,
yang tumbuh di tepi danau

Kalau kamu tak sanggup menjadi belukar,
Jadilah saja rumput, tetapi rumput yang
memperkuat tanggul pinggiran jalan

Kalau engkau tak mampu menjadi jalan raya
Jadilah saja jalan kecil,
Tetapi jalan setapak yang
Membawa orang ke mata air

Tidaklah semua menjadi kapten
tentu harus ada awak kapalnya….
Bukan besar kecilnya tugas yang menjadikan tinggi
rendahnya nilai dirimu
Jadilah saja dirimu….
Sebaik-baiknya dari dirimu sendiri..
                             
Oleh : Taufik Ismail

 
Wahai Aktivis
Wahai Para Aktivis…
Nyalimu sungguh besar
Kobarkan semangat da’wah,pengobar kebenaran
Kibarkan benderamu,atur barisanmu…

Engkau aktivis…
Para aktivis takkan kenal bengis,maupun rintihan tangis
Kebatilan akan selalu kau kikis
Kaulah para pejuang
Tak pandang mana ujung pedang
Bahkan senapan yang menerjang

Kaulah atkivis abdi Negara
Kau bergerak bebas,bagai burung-burung ababil..
Yang melemparkan batu api di kepala raja yang tak adil
Suaramu lantang dan menantang
Engkaulah para penyeru dan pejuang
Kau kebanggaanku,kaulah harapan negeriku…
                   
  Oleh : Beni Saputra

Paper ini bisa didownload di :

atau

http://www.ziddu.com/download/19547760/SalamPerjuanganUKMUREAD.pdf.html

REFERENSI:










 

1 comment: