Sunday 3 June 2012

MUHASABAH HIDUP


Sebuah muhasabah dalam miladku pada Senin, 14 Rajab 1433 H. 

Untuk Allah SWT puji syukur atas segala nikmatNya,Rasulullah SAW yang membawa Islam yang cahayanya sampai menyinariku, untuk Bapak dan Ibu yang luar biasa dalam mendidikku, sahabatku yang selalu memotivasi dalam ikatan ukhuwah dan dekapan  Rabithoh

Bismillahirrahmanirrahim…

Syukur Alhamdulillah, sampai hari ini Engkau telah memberikan hambaMu ini napas yang panjang dalam setiap alunan menit, detik bahkan lebih sampai femtosekon masih Engkau berikan kepada hambaMu ini Ya Allah. Saat ini dan detik inilah seperempat abad Engkau masih memberikan hak umur kepada hambaMu ini yang masih banyak berlumur dosa kepadaMu, namun Engkau masih tetap sayang dan mencintai hambaMu ini Ya Rabbi.

Engkau lah yang membangunkan hamba ini sepertiga malam, menyiramkan air wudhu dan menghadap wajah suciMu. Terima kasih Ya Allah atas segala nikmatMu yang telah Engkau berikan kepada hambaMu ini Ya Allah. Berikanlah hambaMu ini rasa ikhlas dalam beramal menuju kerihoanMu.

Sebagaimana Syaikh Yusuf Al-Qaradhawy mengatakan :
Sebuah amal dari amal-amal hati, tetapi ikhlash merupakan amal hati yang pertama-tama, karena sesungguhnya diterimanya amal-amal itu tidak akan sempurna kecuali dengan ikhlas.Buah dari buah-buah tauhid yang sempurna karena Allah Tabaraka wa Ta’ala yaitu dengan menyendirikan Allah Azza wa Jalla dengan ibadah dan memohon pertolongan.”

Allah SWT berfirman :
Katakanlah: sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku, hanyalah untuk Allah, Tuhan Semesta Alam.” (Al An’am 162)

Sementara itu Hasan al-Banna memberikan definisi tentang ikhlash yaitu:

Yaitu setiap al-akh muslim meniatkan dengan perkataannya, perbuatannya dan jihadnya seluruhnya hanya untuk Wajah Allah, mengharap keridhaanNya dan kebaikan ganjaranNya, tanpa melihat kepada harta atau kemasyhuran atau kedudukan atau pangkat atau kemajuan atau kemunduran. Dan dengan demikian ia pejuang fikrah dan aqidah, bukan pejuang kepentingan dan kemanfaatan.”
Ada sebuah hadits shahih mutawatir masyhur yang berkaitan dengan masalah ikhlash dalam niat ini. 

Rasulullah SAW bersabda:
Dari Amirul Mu’minin, Abi Hafs Umar bin Al Khaththab radhiyallahu anhu, dia berkata: Saya mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda :  Sesungguhnya setiap perbuatan tergantung niatnya.  Dan  sesungguhnya  setiap  orang  (akan dibalas) berdasarkan apa yang dia niatkan. Siapa yang hijrahnya karena (ingin mendapatkan keridhaan) Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya. Dan siapa yang hijrahnya karena dunia yang dikehendakinya atau karena wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya (akan bernilai sebagaimana) yang dia niatkan. (HR Bukhari-Muslim).

Begitu pentingnya masalah ikhlash ini, sampai-sampai Imam Nawawi rahimahullah meletakkan hadits di atas pada hadits pertama dalam kitab beliau Al-Arba’in An-Nawawiyyah dan Riyadhush Shalihin. Demikian pula Syaikh Fuad Abdul Baqi menempatkannya sebagai hadits di bagian awal dalam kitab beliau Al-Lu’lu’ wal-Marjan, yang merupakan kompilasi hadits yang disepakati oleh Imam Bukhari dan Muslim. Imam Asy-Syafi’i berkata, “Hadits ini adalah sepertiga ilmu“.

Sebuah atsar yang masyhur dari Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullahu menegaskan akan pentingnya dua syarat diterimanya amal, yaitu ikhlash dan shawab (sesuai dengan sunnah). Beliau berkata:

Sesungguhnya amal itu apabila ikhlas tetapi tidak shawab maka tidak akan diterima. Dan jika shawab tetapi tidak ikhlash maka juga tidak akan diterima, hingga terdapat ikhlash dan shawab. Dan ikhlash itu adalah karena Allah dan shawab itu sesuai dengan sunnah.”

Setelah itu, Fudhail bin ‘Iyadh membaca ayat:
“…Maka barang siapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya.” (Al Kahfi 110).

Penyimpangan amal terjadi ketika niat tidak lagi ikhlas. Keinginan untuk dilihat orang lain atau pamer amal dinamakan dengan riya’. Sedangkan rasa ingin didengar orang lain disebut sebagai sum’ah. Baik riya’ maupun sum’ah adalah dua penyakit yang sangat berbahaya. Riya’ bahkan dikatakan sebagai asy-syirk al-ashghar (syirik kecil), sebab pahala amal yang disertai riya’ akan musnah. Rasulullah SAW bersabda:
Sesungguhnya yang paling takutkan atas kalian adalah syirik kecil. Para sahabat bertanya, apakah syirik kecil itu wahai Rasulallah? Rasulullah menjawab: Riya’.” (Diriwayatkan oleh Ahmad dengan sanad jayyid dan Ibnu Abi Dunya)

Bahkan pelaku riya’ diancam dengan azab besar di neraka. Na’udzubillahi min dzalik. Sebuah hadits shahih berikut ini sangat penting untuk menjadi renungan kita bersama.

Dari Abu Hurairah yang berkata, saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya orang yang pertama kali diadili pada hari kiamat adalah seseorang yang mati syahid di jalan Allah. Dia didatangkan kemudian ditampakkan kepadanya nikmat-nikmat yang diberikan kepadanya maka dia pun mengakuinya. Allah bertanya, “Apa yang kamu lakukan dengannya?” Dia menjawab, “Aku berperang untuk-Mu sampai aku mati syahid.” Allah berfirman, “Engkau dusta, sebenarnya engkau berperang karena ingin disebut sebagai pemberani. Dan itu sudah kau dapatkan.” Kemudian Allah memerintahkan malaikat untuk menyeretnya tertelungkup di atas wajahnya hingga dilemparkan ke dalam neraka. 

Kemudian seorang yang menuntut ilmu dan mengajarkannya dan juga membaca Al Quran. Dia didatangkan kemudian ditunjukkan kepadanya nikmat-nikmat yang sudah didapatkannya dan dia pun mengakuinya. Allah bertanya, “Apakah yang sudah kau perbuat dengannya ?” Maka dia menjawab, “Aku menuntut ilmu, mengajarkannya dan membaca Al Quran karena-Mu.” Allah berfirman, ”Engkau dusta, sebenarnya engkau menuntut ilmu supaya disebut orang alim. Engkau membaca Quran supaya disebut sebagai Qari’.” Kemudian Allah memerintahkan malaikat untuk menyeretnya tertelungkup di atas wajahnya hingga dilemparkan ke dalam neraka

Kemudian ada seseorang yang telah mendapatkan anugerah kelapangan harta. Dia didatangkan dan ditunjukkan kepadanya nikmat-nikmat yang diperolehnya. Maka dia pun mengakuinya. Allah bertanya, “Apakah yang sudah kamu perbuat dengannya?” Dia menjawab, “Tidaklah aku tinggalkan suatu kesempatan untuk menginfakkan harta di jalan-Mu kecuali aku telah infakkan hartaku untuk-Mu.” Allah berfirman, “Engkau dusta, sebenarnya engkau lakukan itu demi mendapatkan julukan orang yang dermawan, dan engkau sudah memperolehnya.” Kemudian Allah memerintahkan malaikat untuk menyeretnya tertelungkup di atas wajahnya hingga dilemparkan ke dalam neraka.

(Diriwayatkan oleh Muslim dan Nasai, dan diriwayatkan oleh Tirmidzi dan ia menghasankannya, dan diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dalam shahihnya)
Kurang apalagi kebaikan orang yang berjihad, mempelajari dan mengajarkan ilmu, membaca Al Quran dan suka berinfaq. Namun kebaikan itu musnah di sisi Allah SWT manakala orientasi amal tersebut karena mengharap pujian manusia, bukan pujian Allah SWT. Dengan demikian, penting sekali buat kita untuk selalu menata dan memperhatikan niat setiap melakukan amal kebajikan.

Selain itu, yang merusak iman bisa jadi kemasyuran dan pujian yang berlebihan.Cukuplah Allah SWT sebagai Dzat yang memuji. Mereka berpandangan, pujian dari manusia dapat melengahkan dan melenakan diri sehingga amal perbuatan tidak lagi ikhlash karena Allah.
Ibn Muhairiz berkata kepada orang yang meminta nasihat kepadanya, “Jika bisa, hendaklah engkau mengenal tetapi tidak dikenal, berjalanlah sendiri dan jangan mau diikuti, bertanyalah dan jangan ditanya. Lakukanlah hal ini.”
Bisyr al-Hafi berkata, “Saya tidak mengenal orang yang suka kemasyhuran melainkan agama menjadi sirna dan dia menjadi hina. Tidak akan merasakan manisnya kehidupan akhirat, orang yang suka terkenal di tengah manusia”.

Fudhail bin Iyadh berkata, ”Jika engkau sanggup untuk tidak dikenal, maka lakukanlah. Apa sukarnya engkau tidak dikenal? Apa sukarnya engkau tidak disanjung-sanjung? Tidak mengapa engkau tercela di hadapan manusia selagi engkau terpuji di sisi Allah.”
Bagi aktivis da’wah, popularitas dan pujian dari manusia dapat merubah orientasi da’wah seseorang. Dari da’wah karena Allah, menjadi da’wah untuk mencari popularitas. Dari da’wah untuk mendapatkan pujian Allah, menjadi da’wah untuk mendapatkan pujian manusia.
Sebenarnya, popularitas dan kemasyhuran itu tidaklah jelek. Para Nabi, Khulafa ar-Rasyidin dan para Imam adalah orang yang dikenal manusia. Ungkapan salafush shalih tersebut bukanlah ajakan untuk ber’uzlah. Tetapi yang tercela adalah mencari kemasyhuran dan kedudukan, serta sangat bercita-cita untuk mendapatkannya.

Beramal Secara Diam-diam
Amal yang dilakukan diam-diam berpeluang lebih selamat dari riya’ dibandingkan dengan amal secara terbuka. Allah SWT berfirman:
Jika kalian menampakkan sedekah kalian maka itu adalah baik sekali. Dan jika kalian menyembunyikannya dan kalian berikan kepada orang-orang fakir maka menyembunyikanya itu lebih baik bagi kalian. Dan Allah akan menghapuskan dari kalian sebagian kesalahan-kesalahan kalian, dan Allah maha mengetahui apa yang kalian kerjakan” (QS. Al-Baqoroh: 271).

Para ulama menjelaskan tentang keutamaan menyembunyikan amal kebajikan (karena hal ini lebih menjauhkan dari riya) itu hanya khusus bagi amalan-amalan mustahab bukan amalan-amalan yang wajib. Sedekah yang wajib secara terang-terangan lebih afdhol daripada secara tersembunyi. Adapun sedekah yang mustahab maka sebaliknya.” Sebagian mereka juga mengecualikan orang-orang yang merupakan teladan bagi masyarakat, maka justru lebih afdhol bagi mereka untuk beramal terang-terangan agar bisa diikuti dengan syarat mereka aman dari riya’, dan hal ini tidaklah mungkin kecuali jika iman dan keyakinan mereka yang kuat.

Secara khusus ada keuntungan bagi orang-orang yang “hidden”. Dalam hadits Mu’adz, Rasulullah SAW bersabda:

Sesungguhnya Allah SWT menyukai orang-orang yang berbuat kebaikan, bertaqwa dan yang menyembunyikan amalnya. Yaitu orang-orang yang jika tidak hadir mereka tidak dicari, dan jika hadir mereka tidak dikenal. Hati mereka adalah pelita petunjuk. Mereka keluar dari setiap tempat yang gelap.”

Sabar dalam Berda’wah

Allah SWT memberikan ilustrasi berupa kisah Nabi Nuh AS yang begitu sabar berda’wah selama 950 tahun (Al Ankabut 14). Nabi Nuh selalu berda’wah siang dan malam tanpa kenal lelah (Nuh 5). Beliau juga menggunakan berbagai metode, baik sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan (Nuh 8-9). Bahkan keluarganyapun juga tidak menyambut ajaran beliau. Kesabaran beliau ditunjukkan ketika mendapatkan wahyu Allah SWT untuk membuat kapal (Al Mu’minuun 27-28) dimana orang-orang kafir mengejek  Nabi Nuh dan para pengikut beliau (Hud 11).

Kesabaran dalam berda’wah berbanding lurus dengan keikhlasan. Orang-orang yang ikhlash selalu bersabar dalam menghadapi ujian dalam da’wah. Namun, terkadang ada orang-orang yang ingin segera cepat-cepat menikmati hasil da’wahnya. Perilaku yang disebut isti’jal, dilakukan oleh orang-orang yang mengubah tujuan da’wahnya, dari da’wah murni kepada Allah SWT menjadi da’wah yang berorientasi kepada hasil. Ketika sahabat Khubaib bin al-Arat menanyakan kapan datangnya pertolongan Allah, Rasulullah SAW menjawabnya dengan ilustrasi kisah orang pada zaman terdahulu yang tetap bersabar walaupun harus menerima ujian disisir dari sisir besi. Di akhir, Rasulullah mengatakan (ولكِنَّكُمْ تَسْتَعْجِلُونَ) “Akan tetapi kalian tergesa-gesa.” (HR Bukhari)

Semoga dapat membawa umur ini menuju keberkahan dan kebarokahan menuju RidhoNya,sebuah persembahan puisi :

ALLAH, BERKAHILAH UMUR HAMBAMU

Perjalananku telah berlalu
Setengah abad telah ku lalui
Menapaki hidup telah kurasa
Betapa  asin rasa dunia ini

Allah…
Engkau berikan hamba umur
Namun, hamba belum bisa bersyukur
Engkau beri hamba rizki
Namun, belumlah hamba cari
Engkau beri hamba cinta
Namun, belum hamba rasa

Allah…
Betapa hidup hambaMu ini berlumur dosa
Selalu mendurhakaiMu
Hanya sesal yang hamba rasa
Hanya pilu yang menghantuiku

Allah…
Engkau beri hamba nikmat
Engkau beri hamba ilmu
Engkau beri hamba tahta
Engkau beri hamba umur
Jadikanlah hamba ini selalu bersyukur

Allah…
Terimalah taubat hambaMU
Berkahilah sisa umurku
Barokahilah umurku yang telah berlalu
Kuatkanlah pijakan hambaMu
Untuk meraih surgaMu

Delima ranum, indah pesona
Terpasang rapi dalam hati
Pesona  surga cinta
Membara dalam alunan nadi
Meraih bintang dalam juang
Meraih mimpi dalam prestasi

Semoga hamba mengingatMu
Hingga akhir hayatku
Hingga ukhuwah masuk bersamaku
Selalu menghujam dalam dadaku
Dalam dekapan tarbiyah dan harokahMU
Hingga kemenangan da’wah mengalir dalam darahku
Allah, berkahilah umurku….

        Oleh : Beni Saputra

 Versi PDF download  

REFERENSI:

No comments:

Post a Comment